Selasa, 28 Oktober 2014

Ini Duniaku, Mana Duniamu?

Terinspirasi dari perkuliahan Filsafat Ilmu oleh Prof. Dr. Marsigit, M. A. pada hari Kamis, 16 Oktober 2014

Jika ingin memahami dunia, pahamilah pikiranmu sendiri – Immanuel Kant

Dunia tidak selebar daun cabe, begitulah permisalah dari salah seorang dosen di kampus. Biasanya beliau akan mengatakan kalimat permisalan itu jika kami para mahasiswanya kesulitan menemukan masalah dalam pembelajaran Kajian Permasalahan Matematika.
Dalam memahami dunia yang begitu luas dan berlapis-lapis kekompleksannya tentulah tidak mudah. Namun setiap manusia memiliki dunianya sendiri. Yaitu pikirannya. Dengan memahami pikiran sendiri, maka bisa dikatakan bahwa kita telah memahami dunia. Pernah dengar tentang seseorang yang terjebak dalam dunianya sendiri? Artinya ia terjebak dalam pikirannya sendiri. Ia asik dan menikmati setiap sudut pikirannya hingga kadangkala tidak peduli dan bahkan mengabaikan dunia sekitarnya. Bagaimana tanggapan orang-orang yang berada di sekitarnya? Sebagian mungkin ada yang marah karena merasa terabaikan dan tak dipedulikan. Sebagian lagi mungkin akan cuek dan membiarkannya terbuai dengan dunianya sendiri. Saya salah satu yang sering terjebak dalam dunia saya sendiri. Kadang saya sering menciptakan imajinasi gila dan aneh-aneh dalam pikiran sendiri. Ibarat sutradara yang menciptakan sebuah setting tersendiri dalam kepala saya. Entah itu tentang membayangkan hal yang bersifat nyata atau tidak nyata. Biasanya saya akan terpengaruh kepada buku atau film yang saya baca.
Terjebak dalam dunia sendiri menurut saya tidaklah menjadi sesuatu yang aneh. Karena itu akan meningkatkan daya imajinasi seseorang. Terjebak dalam dunianya sendiri bisa juga terjadi jika seseorang terlalu fokus pada hobinya, pekerjaannya atau khayalannya yang membuatnya merasa sempurna.
Dalam berfilsafat, konsep harmonilah yang dituju. Bukan benar dan salah. Karena dalam filsafat, benar dan salah itu belum tentu. Selain harmoni, tujuan filsafat adalah memperoleh kesempurnaan hidup. Walaupun kita tahu bahwa manusia diciptakan sempurna dalam ketidaksempurnaannya. Manusia tidak akan pernah mencapai kesempurnaan hidup. Lebih tepat adalah menuju kesempurnaan. Dengan ketidaksempurnaan kita lebih mengerti dan memahami hidup.
Jika diperhatikan, ketidaksempurnaan dan keterbatasan dalam hidup manusia itu justru membuat hidup manusia lebih baik. Makanya pernah saya temui kalimat, “menjadi tidak tahu itu lebih baik daripada menjadi banyak tahu”. Pengandaian ini mirip adanya keterbatasan dalam hidup manusia. Jika manusia tahu banyak hal, kadangkala justru malah hidupnya tidak tenang. Misalnya, seorang teman menceritakanmu sebuah rahasia besar yang jika sampai dibocorkan pada orang lain maka akan mengubah dunia. Dengan amanah sebesar itu tentulaha hidupmu berubah menjadi tidak tenang. Dari yang semula kamu bisa bangun pagi dengan ceria dan tidur malam dengan mimpi indah, berganti dengan rasa was-was yang selalu menghampiri. Namun selalu ada hal kontradiski yang muncul. Dengan semakin tahu banyak hal, akan menjadikan seseorang lebih dewasa, berwawasan luas, bijaksana dan hati-hati dalam bertindak.
Olehkarena itu muncullah skala prioritas. Di mana manusia diharuskan memilih dari beberapa pilihan. Ini duniaku, mana duniamu?


0 komentar:


Silakan Bekomentar.!!!


Semakin banyak berkomentar, semakin banyak backlink, semakin cinta Search Engine terhadap blog anda
:a:
:b:
:c:
:1: :2: :3: :4: :5: :6:
:7: :8: :9: :10: :11: :12:

Posting Komentar